Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cahaya di Balik Fitnah

 Cahaya di Balik Fitnah


Edumeela-Hujan deras mengguyur atap sekolah sore itu. Bangunan sekolah sederhana itu berdiri di tengah hamparan sawah, dindingnya bercat kusam dengan beberapa bagian yang mulai mengelupas. Ruang kelas sempit, bangku-bangku kayu sudah usang, dan papan tulis penuh coretan yang sulit dihapus. Murid-murid duduk berhimpitan karena jumlah mereka jauh lebih banyak dibanding jumlah kursi yang tersedia. Guru-guru pun kewalahan, mengajar di kelas yang penuh sesak tanpa bantuan teknologi atau sarana memadai. Hanya ada semangat dan ketulusan yang membuat mereka tetap bertahan. Hanya ada Pak Herman, seorang guru senior, yang sedang menandatangani berkas beasiswa PIP untuk anak-anak yang kurang mampu. Tangannya gemetar, bukan karena lelah, tetapi karena sedih. Sejak pagi, berita tentang dirinya viral di media sosial. Seorang konten kreator bernama Rizzo menuduhnya menilap dana PIP, menyebutnya koruptor dengan wajah yang penuh amarah di videonya.


sumber gambar: https://www.demokrasi.co.id/2016/04/pak-guru-


“Beginilah wajah pendidikan kita! Guru yang seharusnya mendidik malah menguras hak murid-muridnya. Uang PIP dipakai untuk kepentingan pribadi! Malu kalian, wahai para guru! ” suara Rizzo bergema dari video yang diputar oleh seorang rekan guru.

Pak Herman menarik napas dalam. Air matanya nyaris jatuh, tapi ia menahannya. Ia tahu, kebenaran akan menemukan jalannya sendiri.

Dua hari sebelumnya, Pak Herman merogoh uang di dompetnya untuk membeli makanan ringan bagi murid-muridnya yang belum makan siang. Pulpen yang hilang, buku yang robek, sepatu yang jebol, semua sering ia ganti dengan uang pribadinya. Ia tak pernah mengeluh, karena baginya, mengajar bukan sekadar profesi, tetapi panggilan jiwa.

Sementara itu, di sudut lain kota, Rizzo menatap layar laptopnya. Komentar-komentar pedas membanjiri unggahannya. “Bagus, bro! Buka kebusukan mereka! ” tulis salah satu warganet. Rizzo tersenyum tipis, tetapi di balik senyum itu, ada kekosongan yang menghantuinya. Ia ingat masa kecilnya.

Ia dulu anak yang sering dibully. Teman-temannya mencibir karena ia berasal dari keluarga miskin. Bahkan, keluarganya sendiri sering menganggapnya bodoh. Pernah suatu ketika, seorang guru mencoba membelanya, tetapi Rizzo malah salah paham dan merasa guru itu ikut merendahkannya. Sejak saat itu, ia menanamkan kebencian terhadap para guru.

Namun, malam itu, sesuatu mengusiknya. Ia menerima sebuah pesan dari seorang murid Pak Herman. “Bang Rizzo, saya tahu abang ingin membela keadilan, tapi Pak Herman bukan seperti yang abang pikir. Saya bisa buktikan,” tulis pesan itu. Disertakan pula foto-foto Pak Herman yang sedang membelikan makanan dan mengganti alat tulis murid-muridnya.

Rizzo tertegun. Hatinya berdebar. Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut.

Keesokan harinya, Rizzo datang ke sekolah. Ia mengamati dari jauh saat Pak Herman mengajar. Ia melihat sendiri bagaimana Pak Herman dengan sabar menjelaskan pelajaran, bagaimana ia tersenyum meski lelah, dan bagaimana ia merogoh dompetnya untuk memberi uang jajan pada seorang murid yang mengaku lapar. Tanpa sadar, air mata menggenang di pelupuk mata Rizzo.

Dengan langkah ragu, ia menghampiri Pak Herman seusai pelajaran. “Pak… saya… saya minta maaf,” ucapnya lirih.

Pak Herman menatapnya lembut. “Nak, kebenaran akan selalu terungkap pada akhirnya. Saya hanya bisa berharap, kau bisa menggunakan suaramu untuk hal yang lebih baik.”

Kata-kata itu bagai tamparan bagi Rizzo. Hari itu, ia mengunggah video baru.

“Saya salah. Saya menuduh tanpa bukti. Saya telah menfitnah seorang guru yang justru berkorban demi murid-muridnya. Maafkan saya, Pak Herman.”

Video itu viral, tetapi kali ini dengan dampak yang berbeda. Banyak orang mulai menghormati para guru, memahami perjuangan mereka yang sering tak terlihat. Dan bagi Rizzo, itu adalah awal dari perjalanan baru—perjalanan untuk menebus kesalahannya, dan belajar menghargai orang yang paling berjasa dalam kehidupan: seorang guru.

Kadang, kegelapan masa lalu membuat seseorang buta terhadap cahaya kebaikan. Tetapi, bagi mereka yang mau membuka hati, selalu ada kesempatan untuk melihat kebenaran.

Posting Komentar untuk "Cahaya di Balik Fitnah"